Yang dimaksud dengan pengertian bidan adalah seorang wanita perempuan yang telah menyelesaikan pendidikan bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah negara Republik Indonesia dan juga mempunyai kompetensi dan sertifikasi untuk diregister sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan.
Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggungjawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi.
Sedangkan pengertian bidan menurut WHO (Badan Kesehatan Dunia) adalah seorang yang mengikuti program pendidikan bidan yang berlaku di negaranya dan telah menyelesaikan pendidikannya dengan baik dan telah memperoleh atas pengakuan atas kualifikasinya dan terdaftar, disahkan dan memperoleh izin melaksanakan praktek kebidanan.
Bidan kebidanan berasal dari kata bahasa latin yaitu OBSTO OBSTERTRIC yang artinya adalah mendampingi. Perkembangan kebidanan dimulai dari hipokrates yang berasal dari Yunani tahun 460 - 370 SM yang disebut juga dengan Bapak Pengobatan. Hal ini dilakukan karena Hipocrates menaruh perhatian sekali terhadap ilmu pengobatan, kebidanan, keperawatan yang pertama kalinya di dunia. Sedangkan yang terkenal dengan bapak kebidanan adalah Soranus yang berasal dari Turki pada tahun 98-138 SM yang mempunyai pendapat yang terkenal yaitu bahwasannya seorang ibu yang telah melahirkan tidak takut akan hantu atau setan dan menjauhkan ketahayulan.
Perkembangan Pelayanan Kebidanan.
Tujuan pelayanan kebidannan adalah untuk meningkatkan kesehatan kaum perempuan khususnya ibu dan anak. Layanan kebidanan yang tepat akan meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu dan bayinya.
Pelayanan Bidan Kebidanan terbagi menjadi 3 bagian penting yaitu :
- Layanan kebidanan primer yaitu layanan yang diberikan sepenuhnya atas tanggung jawab bidan.
- Layanan kolaborasi yaitu layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim secara bersama-sama dengan profesi lain dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan.
- Layanan kebidanan rujukan yaitu merupakan pengalihan tanggung jawab layanan oleh bidan kepada sistem layanan yang lebih tinggi atau yang lebih kompeten ataupun pengambil alihan tanggung jawab layanan/menerima rujukan dari penolong persalinan lainnya seperti rujukan.
Tahun 1849 di buka pendidikan Dokter Jawa di Batavia (Di Rumah Sakit Militer Belanda sekarang RSPAD Gatot Subroto). Saat itu ilmu kebidanan belum merupakan pelajaran, baru tahun 1889 oleh Straat, Obstetrikus Austria dan Masland, Ilmu kebidanan diberikan sukarela. Seiring dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut, pada tahun 1851, dibuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer Belanda (dr. W. Bosch). Mulai saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan bidan.
Pada tahun 1952 mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat meningkatkan kualitas pertolongan persalinan. Perubahan pengetahuan dan keterampilan tentang pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di masyarakat dilakukan melalui kursus tambahan yang dikenal dengan istilah Kursus Tambahan Bidan (KTB) pada tahun 1953 di Yogyakarta yang akhirnya dilakukan pula dikota-kota besar lain di nusantara. Seiring dengan pelatihan tersebut didirikanlah Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA).
Peran fungsi tugas bidan telah diatur tersendiri dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Berikut beberapa Peraturan Menteri Kesehatan mengenai profesi bidan yaitu :
- Permenkes No. 5380/IX/1963, wewenang bidan terbatas pada pertolongan persalinan normal secara mandiri, didampingi tugas lain.
- Permenkes No. 363/IX/1980, yang kemudian diubah menjadi Permenkes 623/1989 wewenang bidan dibagi menjadi dua yaitu wewenang umum dan khusus ditetapkan bila bidan meklaksanakan tindakan khusus di bawah pengawasan dokter. Pelaksanaan dari Permenkes ini, bidan dalam melaksanakan praktek perorangan di bawah pengawasan dokter.
- Permenkes No. 572/VI/1996, wewenang ini mengatur tentang Permenkes registrasi dan praktek bidan. Bidan dalam melaksanakan prakteknya diberi kewenangan yang mandiri. Kewenangan tersebut disertai dengan kemampuan dalam melaksanakan tindakan. Dalam wewenang tersebut mencakup : Pelayanan kebidanan yang meliputi pelayanan ibu dan anak, Pelayanan Keluarga Berencana, Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
- Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan revisi dari Permenkes No. 572/VI/1996
- Pendidikan bidan pertama kali dibuka pada tahun 1851 oleh seorang dokter militer Belanda (Dr.W.Bosch). pendidikan bidan ini hanya untuk wanita pribumi dan Batavia. Tapi tidak berlangsung lama karena kurangnya peserta pendidik dan batasan bagi wanita untuk keluar rumah.
- Pada tahun 1902 pendidikan bidan dibuka kembali bagi wanita pribumi di rumah sakit Batavia dan oada tahun 1904 dibuka pendidikan bidan bagi wanita Indonesia di Makasar.
- Pada tahun 1911 – 1912 di mulai pendidikan tenaga keperawatan secara terancana di Semarang dan Batavia. Calon peserta didik yang diterima SD 7 tahun ditambah pendidikan keperawatan 4 tahun (peserta didik pria) dan pada tahun 1914 khusus bagi peserta didik wanita.
- Pada tahun 1935 – 1938 Belanda mendidik bidan lulusan Mulo (setingkat SLTP bagian B) dan hampir bersamaan dibuka sekolah bidan di beberapa kota besar. Jakarta di RSB Budi Kemulyaan, RSB Palang Dua dan RSB Mardi Waluyo di Semarang. Adapun lulusan didasarkan atas latar belakang. Bidan dengan pendidikan dasar Mulyo ditambah pendidikan bidan selama 3 tahun disebut bidan kelas satu (vroedvrouw eerste klas) dan bidan lilisan dari perawat disebut bidan kelas dua (vroedvrouw tweede) mantri.
- Pada tahun 1950-1953 di buka kursus tambahan bidan (KTB) di Yogyakarta lamanya kursus antara 7 sampai 12 minggu dengan tujuan memperkenalkan pengembangan program KIA. Pada tahun 1967 KTB ditutup.
- Tahun 1954 dibuka pendidikan guru bidan, guru perawat, perawat kesehatan masyarakat di Bandung. Pada tahun 1972 pendidikan ini dilebur menjadi Sekolah Guru Perawat (SPG).
- Tahun 1970 di buka program pendidikan bidan dari lulusan Sekolah Pengatur Rawat (SPR) ditambah 2 tahun pendidikan bidan. Mengingat jenis tenaga kesehatan menengah dan bawah sangat banyak maka pada tahun 1974 sekolah bidan tutup dan dibuka SPK dengan tujuan ada tenaga multi purpose dilapangan yang dapat menolong persalinan. Tetapi hal ini tidak berhasil.
- Pada tahun 1975 sampai 1984 pendidikan bidan ditutup selama 10 tahun.
- Pada tahun 1981 dibuka pendidikan diploma 1 kesehatan ibu dan anak, latar belakang pendidikan SPK. Tetapi hanya berlangsung 1 tahun.
- Pada tahun 1985 dibuka program pendidikan bidan A (PPB-A) yang memperbolehkan lulusan SPK untuk langsung masuk program pendidikan ini dimana lama pendidikan 1 tahun. Para lulusan ini ditempatkan di desa-desa dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan terutama pelayanan kesehatan ibu dan anak.
- Pada tahun 1993 dibuka Program Pendidikan Bidan B yang pesertanya lulusan dari AKPER, lama pendidikan 1 tahun. Tujuan program ini adalah untuk mempersiapkan tenaga pengajar pada Program Pendidikan Bidan A. Ternyata berdasarkan penelitian dari lulusan ini tidak menunjukan kompetensi dan berlangsung selama 2 angkatan (1995 dan 1996) kemudian ditutup.
- Pada tahun 1993 dibuka Program Pendidikan Bidan C (PPB-C) yang menerima lulusan dari SMP yang dilaksanakan di 11 propinsi : Aceh, Bengkulu, Lampung, Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Nusatenggara Timur, Maluku dan Irian Jaya.
- Pada tahun 1994-1995 pemerintah menyelenggarakan uji coba pendidikan jarak jauh (distance leaming) di 3 propinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur berdasarkan SK Menkes No. 1247/Menkes/ SK/XII/1994 dengan tujuan untuk memperluas cakupan upaya peningkatan mutu tenaga kesehatan.
- Pada tahun 1995 diadakan Diklat Jarak Jauh (DJJ). DJJ tahap 1 (1995-1996), DJJ tahap 2 (1996-1997) dan DJJ 3 (1997-1998) dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan bidan agar mampu melaksanakan tugasnya dan diharapkan berdampak pada penurunan AKI dan AKB.
- Pada tahun 1994 dilaksanakan penelitian pelaksanan kegawat daruratan maternal dan neonatal, dan pelaksanaannya adalah rumah sakit propinsi /kabupaten.
- Pada tahun 1996 IBI (Ikatan Bidan Indonesia) bekerja sama dengan Departemen Kesehatan dan American College of Nurse Midwife (ACNM) dan RS swasta mengadakan Training of Training kepada anggota IBI dan selanjutnya melatih bidan praktek swasta secara swadaya, juga guru/ dosen dari D3 kebidanan.
- Pada tahun 1995-1998 diadakan pelatihan dan peer review bagi bidan rumah sakit, bidan puskesmas dan bidan di desa di propinsi Kalimantan Selatan dimana IBI berkerja sama langsung dengan Mother Care.
- Tahun 1996 dibuka pendidikan D3 kebidanan di 6 propinsi yang menerima calon peserta didik dari SMA
- Tahun 2000 dibuka DIV bidan pendidik di UGM kemudian bulan Febuari UNPAD,USU Medan, STIKES Ngudi Waluyo Semarang, STIKIM Jakarta dan tahun 2005 Poltekes Bandung. Pendidikan ini berlangsung lamanya 2 semester ( 1tahun)
- Pada tahun 2000 telah ada tim pelatih Asuhan Persalinan Normal (APN) yang dikoordinasikan oleh Maternal Neonatal Hearth (MNH) yang sampai saat ini telah melatih APN dibeberapa propinsi/kabupaten.
- Bulan September 2005 dibuka DIV kebidanan Reguler di UNPAD Bandung, menerima dari SMU dg lama pendidikan 8 semester.
- Selain itu bulan April 2006 dibuka S2 kebidanan di UNPAD, menerima dari DIV kebidanan dgn lama pendidikan min 4- 10 semester.
sangat menambah wawasan, ilmu ydan sejarah yang harus kita ketahui yah kang, terima kasih sudah berbagi..
ReplyDeleteternyata sudah lama banget ya..sejak tahun 1851, meskipun dipelopori oleh dokter belanda, tapi bagi Indonesia itu adalah sebuah hal yang sangat bermanfaat, terbukti sekarang, bidan menjadi salah satu tulang punggung bagi kesehatan ibu dan anak :-)
ReplyDeleteTH 2011hingga sekarang akademi kebidanan menjadi primadona,para orangtua berbondong2 memasukan anaknya ke AKBID dengan harapan anaknya kelak menjadi bidan.Atas dasar komersalisasi pendidikan para akademisi juga latah berlomba mendirikan AKBID,maka menjamur lah AKBID khususnya di pulau jawa.ironisnya masalah kwalitas kurang diperhatikan.saking membludaknya anak didik akbid,para penyelenggara kebingungan untuk mencari rumahsakit sebagai lahan praktek.Dilain sisi pihak penyelenggara pendidikan merahasiakan dan tidak mau tahu kuota bidan yang dibutuhkan dalam dunia kerja.Faktanya saat ini kebanyakan RS dan puskesmas sudah tidak perlu lagi menerima tenaga kerja baru dengan ijazah bidan karena formasi untuk bidan sudah penuh.
ReplyDeleteserius pak?
Deletelalu bagaimana kedepannya bidan yg sudah lulus D3?
apa rumah sakit hanya mau mnerima bidan yg lulusannya tinggi seperti s1 ato s2?
terima kasih maklumat yang lengkap sekali ini bang ferri.
ReplyDelete